BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Salam merupakan salah satu jenis
akad jual beli,dimana pembeli membayar terlebih dahulu atas suatu barang yang
spesifikasi dan kuantitasnya jelas sedangkan barangnya baru akan diserahkan
pada saat tertentu dikemudian hari.
Dengan demikian,akad salam dapat
membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan produk
sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya.Sebaliknya,pembeli dapat jaminan
memperoleh barang tertentu,pada saat ia membutuhkan dengan harga yang
disepakatinya diawal.Akad salam biasanya digunakan untuk pemesanan barang
tertentu.
Ba’i as salam,atau biasa disebut
dengan salam,merupakan pembelian barang yang pembayarannya dilunasi
dimuka,sedangkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.Akad salam ini
digunakan untuk memfasilitasi pembeliaan suatu barang (biasanya barang hasil
pertanian) yang memerlukan waktu untuk memproduksinya. Adapun salam paralel
merupakan jual beli barang yang melibatkan dua transaksi salam,dalam hal ini
transaksi salam pertama dilakukan antara nasabah dan bank ,sedangkan transaksi
salam kedua dilakukan antara bank dengan petani atau pemasok.Penerapan
transaksi salam dalam dunia perbankan masih sangat minim,bahkan sebagian besar
bank Syariah tidak menawarkan skema transaksi ini.Hal ini dapat dipahami karena
persepsi masyarakat yang sangat kuat bahwa bank,termasuk bank syariah,merupakan
institusi untuk membantu masyarakat jika mengalami kendala liquiditas.Dengan
demikian,ketentuan salam yang mensyaratkan pembayaran dimuka,merupakan suatu
hal yang masih sulit diaplikasikan.
Kendati demikian,skema transaksi
ini tetap potensial dikembangkan di Indonesia seiring dengan meningkatnya
perhatian pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian.Secara khusus,jika
pemerintah terlibat dalam upaya mengembangkan kemampuan akses pendanaan petani,penggunaan
skema salam relatif lebih cepat dan lebih menguntungkan dibanding skema
lainnya.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud dengan akad Salam?
2. Apa
saja sumber hukum dari akad salam?
3. Apakah
rukun dari akad salam?
4. Apakah
jenis dari akad salam?
5. Kapan
berakhirnya akad salam?
6. Bagaimanakah
pengawasan syariah terhadap transaksi akad salam dan salam paralel?
7. Bagaimanakah
alur transaksi salam?
8. Apa
saja cakupan standar akuntansi salam dan salam paralel?
1.3. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui definisi salam
2. Untuk
mengetahui dalil-dalil (sumber hukum) mengenai pelaksanaan akad salam
3. Untuk
mengetahui rukun-rukun akad salam
4. Untuk
mengetahui jenis-jenis akad salam
5. Untuk
mengetahui penyebab berakhirnya akad salam
6. Untuk
mengetahui pengawasan syariah terhadap akad salam dan salam paralel
7. Untuk
mengetahui alur transaksi akad salam
8. Untuk
mengetahui cakupan standar akuntansi salam dan salam paralel.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN AKAD SALAM
Salam berasal dari kata As
salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya
di muka. Para fuqaha menamainya al mahawi’ij(barang-barang mendesak) karena
sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan
tidak ada tempat.”Mendesak”,dilihat dari sisi penjual, ia sangat membutuhkan
barang tersebut dikemudian hari sementara dari sisi penjual, ia sangat membutuhkan
uang tersebut.
Salam juga dapat didefenisikan sebagai
transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada
ketika transaksi dilakukan, dan
pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan
di kemudian hari.
PSAK 103, mendefinisikan salam
sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan
pengiriman dikemudian
hari oleh penjual (muslam
alaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat
akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Salam tidak mirip
dengan transaksi ijon ,karena itu dibolehkan oleh syariah karena tidak ada gharar.
Walaupun barang baru diserahkan dikemudian hari, harga, spesifiksi, kharakteristik, kualitas, kuantitas dan waktu
penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati ketika akad terjadi.
Contoh
akad salam:
Pembeli
memesan beras tipe IR 64 sebanyak 2 ton dengan harga Rp 5.000 per kilogram dan
diserahkan 4 bulan ke depan atau pada waktu panen,dibayar di muka. Di sini, jelas beras IR 6 yang
akan diserahkan 4 bulan
kemudian oleh penjual. Contoh
transaksi ijon,misalnya,pembeli 1 hektar padi (Waktu akad ini terjadi padi belum siap dipanen)
dengan harga Rp 15 juta.Apabila ternyata padi terserang hama sehinga tidak
dapat dipanen atau
menghasilkan lebih sedikit dari 5 ton gabah, maka pembeli akan rugi (asumsi harga per
kg padi gabah Rp 3.000) sebaliknya jika hasilnya 8 ton,maka petani yang akan merugi.
Dalam PSAK 103 dijelaskan alat
pebayaran modal salam dapat berupa uang tunai barang atau manfaat, tetapi boleh berupa pembebanan
utang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain. Oleh karena tujuan
penyerahan modal usaha salam adalah sebagai modal kerja, sehingga dapat
digunakan oleh pembeli untuk menghasikan barang (produksi) sehingga dapat
memenuhi pesanan.
Manfaat
transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam
jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang
disepakatinya di awal. Sementara
manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas
produksi dan memenuhi sabagian kebutuhan hidupnya.
Dalam
akad salam, harga
barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah selama jangka waktu
akad. Apaila
barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati
sebelumnya, maka
pembeli boleh melakukan khyiar yaitu memilih apakah transaksi dilanjutkan atau
dibatalkan.Untuk menghindari resiko yang meugikan pembeli boleh meminta
jaminan dari penjual.
Salam dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual, dan dapat juga dilakukan oleh tiga pihak secara paralel: pembeli-penjual-pemasok yang disebut sebagai salam paralel. Resiko yang muncul dari khasus ini adalah apabila pemasok tidak bisa mengirim barang maka ia tidak dapat memenuhi permintaan pembeli, resiko lain barang yang dikirimkan oleh pemasok tidak sesuai dengan yang dipesan oleh pembeli sehingga perusahaan memiliki persediaan barang tersebut dan harus mencari pembeli lain yang berminat, sedangkan ia tetap memiliki kewajiban pada pembeli dan pemasok.
2.2. SUMBER
HUKUM AKAD SALAM
1.
Al-Quran
“Hai
orang- orang yang beriman,apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
wktu yang ditentukan,hendaknya kamu menuliskannya dengan benar....”(QS 2:282)
“Hai oarang –yang beriman penuhilah akad-akad itu.....”(QS 5:1)
2.
Al-Hadits
“Barang siapa yang melakukan salam,hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,untuk jangka waktu yang diketahui.”(HR.Bukhari Muslim)
“Barang siapa yang melakukan salam,hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,untuk jangka waktu yang diketahui.”(HR.Bukhari Muslim)
Tiga hal yang didalamnya terdapat
keberkahan:jual beliscara tangguh muqaradhah(mudharabah),dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah,buan untuk dijual.”(HR.Ibnu Majah)
2.3. RUKUN
DAN KETENTUAN AKAD SALAM
Rukun salam ada
tiga,yaitu:
1. Pelaku,terdiri
penjual (muslam alaih) dan pembeli (muslam)
2. Objek
akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam alaih) dan modal
salam (ra’su maalis salam)
Ketentuan
syariah yang terkait dengan modal salam yaitu:
a.
Modal salam harus diketahui jenis dan
jumlahnya.
b.
Modal salam
uang tunai. Para
ulama berbeda pendapat masalah bolehnya pembayaran
dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya boleh.
c.
Modal salam diserahkan
ketika akad
berlangsung, tidak
boleh utang atau merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk
mencegah praktik riba melalui mekanisme
salam.
· Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
a.
Barang tersebut harus
dapat dibedakan/didefenisikan mempunyai spesifikasi dan
kharakteristik yang jelas kualitas, jenis, ukuran dan lain
sebagainya sehingga tidak ada gharar.
b.
Barang tersebut harus
dapat dikuantifikasi/ditakar/ditimbang.
c.
Waktu penyerahan barang
harus jelas, tidak
harus tanggal tertentu boleh juga dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6
bulan atau musim panen disesuaikan dengan kemungkinan yang tersedianya barang
yang dipesan. Hal tersebut diperlukan
untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus ada pada waktu
yang ditentukan.
d.
Barang tidak harus ada
ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan.
e.
Apabila barang yang
dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad
menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai
dengan barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual
harus mengembalikan dana yang telah diterima.
f.
Apabila barang yang
dikirim cacat atau tidak sesuai
dengan yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh
melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak. Kalau pilihannya
menolak maka penjual memiliki utang yang dapat diselesaikan dengan pengembalian
dana atau menyerahkan produk yang sesuai dengan akad.
g.
Apabila barang yang
dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak
boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap sebagai pelayanan
kepuasan pelanggan.
h.
Apabila barang yang
dikirim kualitasnya lebih
rendah, pembeli
boleh memilih menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka
pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga.
i.
Barang boleh dikirim
sebelum jauh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak dan dengan syarat kualitas dan jumlah
barang sesuai dengan kesepakatan,dan tidak boleh menuntut penambahan harga.
j.
Penjualan kembali
barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara syariah.
k.
Kaidah penggantian
barang yang dipesan dengan barang lain. Para ulama melarang
penggantian spesifikasi barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan
kualitas yang sama, tetapi
sumbernya berbeda, para
ulama membolehkannya.
l.
Apabila tempat
penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun sebaiknya dijelaskan dalam akad, apabila tidak disebutkan maka
harus dikirim ketempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli.
3. Ijab
kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling
rida/rela diantara pihak-piahk pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi
atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3.4.
JENIS
AKAD SALAM
·
Langsung: Pembeli ↔ Penjual
Transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada
ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran di muka
sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
·
Paralel
: Pembeli ↔ Penjual ↔ Pemasok
Terdapat dua transaksi salam yaitu antara pemesan dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya.. Syarat : tidak terjadi
ta’alluq (saling keterkaitan antara akad salam 1 dan 2). Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan tersebut. Salam
paralel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad yang
pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antar
pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak
diperbolehkan.
Beberapa ulama kontemporer tidak membolehkan transasksi salam parallel terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus, karena dapat menjurus kepada riba.
Beberapa ulama kontemporer tidak membolehkan transasksi salam parallel terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus, karena dapat menjurus kepada riba.
3.5.
BERAKHRNYA
AKAD SALAM
Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dapat
membatalkan kontrak adalah:
1.
Barang yang dipesan
tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2.
Barang yang dikirim
cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad.
3.
Barang yang dikirim
kualitasnya lebih rendah,dan pembeli memilih menolak untuk membatalkan akad.
4.
Barang yang dikirim
kualitasnya tidak sesuai akad tetapi pembeli menerimanya.
5.
Barang diterima.
3.6.
PENGAWASAN
SYARIAH TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARALEL
Dalam memastikan kesesuaian praktik
jual beli salam dan salam paralel yang dilakukan dengan ketentuan syariah yang
ditetapkan oleh DSN ,DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik.
Pengawasan tersebut berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk:
a. Memastikan
barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
b. Memastikan
bahwa pembayaran atas barang salam kepada
pemasok telah dilakukan di awal kontrak secara tunai sebesar akad salam.
c. Meneliti
bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN MUI tentang salam dan peraturan
Bank Indonesia yang berlaku.
d. Meneliti
kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam paralel atau akad salam
biasa.
e. Meneliti
bahwa keuntungan Bank Syariah atas praktik salam paralel diperoleh dari selisih
antara harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir.
3.7.
ALUR
TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARALEL
Pertama, negosiasi dengan persetujuan
kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi salam yang akan
dilaksanakan.
Kedua, setelah akad disepakati, pembeli melakukan
pembayaran terhadap barang yang diinginkan sesuai dengan kesepakatan yang sudah
dibuat.
Ketiga, pada transaksi salam, penjual mulai
memproduksi atau menyelesaikan tahapan penanaman produk yang diinginkan
pembeli. Setelah produk dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal
penyerahan, penjual
mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah
disepakati kepada pembeli. Adapun
transaksi salam paralel, yang
biasanya digunakan oleh penjual (bank Syariah) yang tidak memproduksi sendiri
produk salam, setelah
menyepakati kontrak salam dan menerima
dana dari nasabah salam, selanjutnya
secara terpisah membuat akad salam dengan petani sebagai produsen produk salam.
Keempat, Setelah menyepakati
transaksi salam kedua tersebut, bank
langsung melakukan pembayaran kepada petani.
Kelima, Dalam jangka waktu
tertentu, berdasarkan kesepakatan dengan Bank, petani mengirim produk
salam kepada petani sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
Keenam, bank menerima dokumen
penyerahan produk salam kepada nasabah dari petani.
3.8 KEUNTUNGAN DAN
MANFAAT AKAD SALAM
Akad salam ini
dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah dan manfaat yang besar, dimana kebutuhan manusia dalam bermuamalat seringkali tidak bisa
dipisahkan dari kebutuhan atas akad
ini. Kedua belah pihak, yaitu penjual
dan pembeli bisa sama-sama mendapatkan keuntungan dan manfaat dengan
menggunakan akad salam. Pembeli
(biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:
1.
Jaminan
untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang di butuhkan dan pada waktu yang ia
inginkan.
2.
Sebagaimana
ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan
dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak
kalah besar dibanding pembeli, diantaranya:
1.
Penjual
mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal,
sehingga ia dapat menjalankan
dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada
kewajibanapapun.
2.
Penjual
memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya
tenggang waktu antara
transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.
3.9. CAKUPAN STANDAR AKUNTANSI SALAM DAN SALAM PARALEL
Akuntansi Salam diatur dalam PSAK
103 tentang akuntansi salam. Standar
tersebut berisikan tentang pengakuan dan pengukuran,baik sebagai pembeli maupun
sebagai penjual.
Berbagai hal yang perlu
diperhatikan dalam ketentuan pengakuan dan pengukuran salam adalah terkait
dengan piutang salam, modal
usaha salam, kewajiban
salam, penerimaan
barang pesanan salam, denda
yang diterima oleh pembeli dari penjual yang mampu, tetapi sengaja
menunda-nunda penyelelesaian kewajibannya serta tentang penilaian persediaan
barang pesanan pada periode pelaporan.
·
AKUNTANSI
UNTUK PEMBELI
Hal-hal yang
harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi secara akuntansi :
1.
Pengakuan piutang
salam, piutang
salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada
penjual. Modal
usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
2.
Pengukuran modal usaha
salam
Modal salam dalam bentuk kas di ukur
sebesar jumlah yang dibayarkan
Jurnal :
(D).Piutang
salam xxx
(K).kas xxx
Modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur
sebesar nilai wajar, selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas yang diserahkan
diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha
tersebut.
1.
Pencatatan
apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Jurnal
:
(D) Piutang
Salam xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Aset non
kas xxx
2.
Pencatatan
apabila nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Jurnal :
(D).Piutang
Salam xxx
(K).Aset non
kas xxx
(K).keuntungan xxx
3.
Penerimaan
barang pesanan
a. Jika barang pesanan
sesuai dengan akad, maka
dinilai sesuai dengan
nilai yang disepakati.
Jurnal :
(D).Aset
salam xxx
(K).Piutang
salam
xxx
b. Jika
barang pesanan berbeda kualitasnya.
a)
Nilai wajar dari barang
pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan
yang tercantum dalam akad, maka
barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai akad.
Jurnal :
(D).Aset
Salam xxx
( K) Piutang
salam xxx
b) Jika nilai wajar dari barang pesanan yang
diterima lebih rendah dari nlai barang pesanan yang tercantum dalam akad,maka
barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat
diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian.
Jurnal :
(D).Persediaan-Aset Salam
xxx
(diukur
pada nilai wajar)
(D).Kerugian Salam xxx
(K).Piutang
Salam xxx
c. Jika
pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh
tempo pengiriman,maka:
a) Jika
tanggal pengiriman diperpanjang, maka
nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan
nilai yang tercantum dalam akad, dan
jurnal atas bagian barang pesanann yang diterima ;
Jurnal :
(D).Aset Salam (sebesar jumlah
yang diterima) xxx
(K).Piutang
Salam xxx
b)
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau
seluruhnya, maka
piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar
bagian yang tidak dapat dipenuhi.
jurnal
:
(D).Aset
lain-lain-Piutang xxx
(K).Piutang
Salam xxx
c) Jika
akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta
hasil penjualan jaminan tersebut
lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat
piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang
kepada penjual.
Jurnal :
(D).Kas xxx
(D).Aset lainnya-Piutang
pada penjual xxx
(K).Piutang Salam xxx
d)
Jika hasil penjualan
jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya
menjadi hak penjual.
Jurnal :
(D).Kas xxx
( K).Utang
Penjual xxx
(K).Piutang
Salam xxx
4.
Denda
yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana
kebajikan.
Jurnal :
(D).Dana
Kebajikan-Kas xxx
( K).Kebajikan-Pendptan
Denda xxx
Denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang
mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi
sengaja tidak melakukannya lalai. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak
mampu menunaikan kewajibannya karena Force majeur.
5. Penyajian
a. Pembeli
menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b. Piutang
yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c. Persediaan
yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya
perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi .Apabila nilai bersih
yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian.
6. Pengungkapan
a. Besarnya
modal usaha salam, baik
yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak
lain.
b. Jenis
dan kuantitas barang pesanan
c. Pengungkapan
lain sesuai dengan PSAK No.101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.
·
AKUNTANSI
UNTUK PENJUAL
1. Pengakuan
kewajiban salam, kewajiban salam diakui
pada saat penjual menerima modal usaha salam. Modal usaha salam yang
diterima disajikan sebagai kewajiban salam.
2. Pengukuran
kewajiban salam.
Jika
modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
Jurnal:
(D).Kas xxx
(K).Utang
Salam xxx
Jika
modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar.
Jurnal :
(D).Aset non Kas (nilai
wajar) xxx
(K).Utang
Salam xxx
3. Kewajiban
salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang
kepada pembeli.
Jurnal
:
(D).Utang
Salam xxx
(K).Penjualan xxx
4. Jika
Penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah
yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh
penjual ke pembeli akhir.
Jurnal
ketika membeli persediaan:
(D).Aset
Salam xxx
(K).Kas xxx
Pencatatan
ketika menyerahkan persediaan,jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih
kecil dari biaya perolehan barang pesanan.
(D).Utang
Salam xxx
(D).Kerugian
Salam xxx
(K).Aset
Salam xxx
Pencatatan
ketika menyerahkan persediaan, jika
jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih besar dari biaya perolehan barang
pesanan.
(D).Utang
Salam xxx
(K).Aset
Salam xxx
(K).Keuntungan Salam xxx
5.
Pada akhir periode
pelaporan keuangan,persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya
perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.Apabila nilai bersih yang
dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan,maka selisihnya diakui
sebagai kerugian.
6.
Penyajian, penjual
menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
7.
Pengungkapan l
a. Piutang salam
kepada produsen ( dalam salam paralel ) yang memiliki hubungan istimewa
b. Jenis
dan kuantitas barang pesanan,dan
c. Pengungkapan
lain sesuai dengan PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syaria
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
· Salam berasal dari
kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang
menyerahkanuangnya di muka.Para fuqaha menamainya al mahawi’ij(barang-barang
mendesak) karenaia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupunbarang
yang diperjualbelikan tidak ada tempat.”Mendesak”,dilihat dari sisi penjua,ia
sangat membutuhkan barang tersebut dikemudian hari sementara dari sisi
penjual,ia sangat membutuhkan uang tersebut.
Salam dapat didefenisikan sebagai
transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada
ketika transaksi dilakukan,dan pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan
penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.PSAK 103,mendefinisikan salam
sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan
pengiriman dikmudian hari oeh penjual (muslam alaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati
sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
3.2. SARAN
Makalah ini memberikan penjelasan
mengenai akad salam dan penerapan akuntansinya sesuai dengan PSAK no 103.Ada
beberapa penjelasan mengenai akad salam,namun penyajian materi masih sangatlah
jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penyusun menyarankan untuk mencari
referensi-referensi lainnya agar kita mampu mengetahui teori-teori akad salam
dan mengaplikasikannya sesuai dengan teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati
Sri,Wasilah.2009.Akuntansi Syariah Di Indonesia.Jakarta : Salemba Empat.
Yaya
Rizal,dkk.2009.Akuntansi Perbankan Syariah.Jakarta: Salemba Empat.
http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/5